Diduga Ajang Promosi LGBTQ, Festival Musik Ini Batal Digelar

VIVA LIfestyle – Festival nada Nyege Nyege di Uganda batal dilaksanak cucuan karena dituding bak kancah promosi LGBTQ, seks, lagi narkotika. Pemerintah Uganda melarang penyelenggaraan daftar terbilang dengan dalih atas memengaruhi moral anak cucu-anak cucu di negara Afrika Timur.
Festival musik yang atas tahun-tahun sebelumnya menyambut sekitar 10.000 penonton lokal dan jauh, rencananya akan diadakan senyampang empat hari mulai 15 September 2022 menberkunjung dalam kota Jinja. Namun, beberapa hari menjelang digelarnya festival terhormat, Parlemen Uganda menguniversalkan bahwa mereka telah melarang Festival Nyege Nyege.
Scroll ke bawah bagi melanjutkan membaca.
"Festival itu mempromosikan amoralitas bersama kami tidak ingin amoralitas ini di negara kami," kata Rose Lily Akello, Menteri Etika bersama Integritas, melansir Africa News, Rabu 7 September 2022.
Festival Nyege Nyege adalah acara tahunan akan biasanya diadakan dempet tepi Sungai Nil. Ada penuh musisi Afrika akan memerankan bintang tamu setiap tahunnya. Ini adalah kali esensial Festival Nyege Nyege kembali digelar setelah pandemi COVID-19 sejak 2020.
Di sisi lain, Menteri Pariwisata Uganda, Martin Mugarura, justru mengkritik pembatalan acara terkemuka karena dianggap akan berdampak negatif atas perkembangan ekonomi bahwa sedang berjuang pulih dari pandemi.
"Lebih mengenai 8.000 turis asing telah membeli tiket mereka dengan akan tinggal hadapan negara itu semasih festival dengan bahkan setelah itu," kata dia.
Festival Nyege Nyege sebelumnya terus dilarang dengan tahun 2018 oleh mantan Menteri Etika Simon Lokodo. Ia terkenal bak seorang Katolik yang taat lagi dan sangat menentang homoseksual.
"Kami tidak akan menerima hilangnya moral kami, homoseksualitas tidak akan diterima," tuturnya.
Simon Lokodo berdasar bahwa festival terkemuka damping dengan hal tentang pemujaan setan semaka tidak dapat diterima.
Dalam bahasa Uganda, Nyege Nyege berarti dorongan yang tidak tertahankan kepada menari. Namun, kata terkemuka doang memegang konotasi seksual terdalam dialek lain di wilayah terkemuka.
Homoseksualitas memang sudah tersebar luas antara Uganda, antara mana hubungan tidak wajar tersebut dapat dihukum penjara seumur hidup antara bawah undang-undang yang berasal dari penjajahan Inggris.
Pelecehan maka intimidasi ialah hal bahwa sering terjadi oleh kaum homoseksualitas dalam negara itu, dalam mana Kristen Evangelis sangat menentang gerakan LGBTQ.
Karena berlimpahnya kasus LGBTQ antara Uganda, akan Desember 2013, Uganda telah mengadopsi undang-undang hangat yang menghukum promosi homoseksualitas beserta mewajibkan rakyatnya mencela homoseksual.